Intimidasi Pada Pengadaan Pemerintah
Oleh: Djamaludin Abubakar (Deden)
Intimidasi pada pengadaan Pemerintah dan publik hanya dapat diselesaikan bilamana pengadaan memiliki payung hukum Undang-undang Pengadaan Publik.
“Intimidasi” suatu kata yang dirasa keras dan menohok bagi mereka yang secara sadar atau tidak sadar sebagai orang yang mengganggu proses pengadaan. Namun tulisan intimidasi ini bisa menjadi obat pelega bagi yang telah menjadi korban dalam pengadaan setelah membaca tulisa ini. Ternyata memang ada intimidasi dalam pengadaan Pemerintah.
Beberapa penyimpangan dalam pengadaan berikut ini merupakan pengaruh (bahasa halus dari intimidasi) dari kepentingan-kepentingan di luar pengadaan Pemerintah.
Ketentuan penyesuaian harga diberlakukan bagi kontrak dengan durasi lebih dari 18 (delapan belas) bulan dan rumusan penyesuaian harga digunakan mulai bulan ke 13 (tiga belas). Pengaruh dari kepentingan orang-orang yang bergerak pada sektor keuangan telah menafikan kebutuhan perlakuan yang adil dalam pengadaan Pemerintah. Bagaimana mungkin Pejabat Pembuat Komitmen membuat harga perkiraan sendiri berdasarkan harga aktual pasar pada H-28 sebelum batas akhir pemsukkan penawaran. Sementara penyedia dengan terpaksa harus menambahkan inflasi selama 13 (tiga belas) bulan diatas harga pasar dalam harga penawaran mereka. Begitu juga bagi kontrak yang pelaksanaannya 17 (tujuh bekas) bulan, penyedia harus memasukkan harga pasar ditambah inflasi selama 17 (tujuh belas) bulan. Perlakuan tersebut sangat mengingkari prinsip adil yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap ahli pengadaan dalam transaksi pengadaan Pemerintah.
Pekerjaan dengan nilai di bawah Rp 200 juta tidak boleh menggunakan format perjanjian penuh, hanya boleh menggunakan SPK sebagai format kontrak tertinggi. Ini juga pengaruh dari sektor keuangan yang tidak mau direpotkan dengan berbagai jenis kontrak dalam urusan pembayaran. Pengaturan ini juga menafikan azas kebebasan para pihak dalam berkontrak dimana para pihak, PPK dan penyedia, harus harus bebas dan mampu membagi resiko yang dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan. Ditambah lagi intimidasi dari para pengikut kekakuan masa atau siklus berlakunya anggaran yang tidak memperdulikan kebutuhan waktu untuk proses pengadaan.
Ketentuan sanggah banding yang khusus berlaku bagi pengadaan jasa konstruksi pada konsp Peraturan Presiden yang baru tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menunjukan dominasi peraturan sektor konstruksi dalam pengaturan pengadaan. Amanat dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang sebenarnya merupakan undang-undang sektoral Jasa Konstruksi sudah mendikte Peraturan Presiden untuk Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang bersifat multi-sektor. Demikian juga kegamangan dalam pengaturan perubahan lingkup kontrak Lum Sum secara tidak langsung juga disebabkan adanya pengaruh dari peraturan yang lebih ti nggi yaitu Peaturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi khususnya pasal 21 ayat (1).
Dihilangkannya ketentuan besaran persentase maksimum over head dan keuntungan dalam draft Peraturan Presiden yang baru (dalam Peraturan Presiden Nomor 54/2010 dan perubahannya tercantum maksimum 15%) menunjukkan adanya intimidasi kepada para pelaku pengadaan. Tekanan dari beberapa aparat pemeriksa (auditor), aparat penegak hukum dan masyarakat yang salah menjalankan kebijakan tersebut mengakibat banyaknya kasus perdata dan pidana yang dihadapi para pihak dalam berkontrak. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri juga bahwa masih banyak kelemahan dari para pelaku pengadaan atas pemahaman tentang kebijakan nilai keuntungan dan overhead.
Penyimpangan atau kesalahan prosedur atau administrasi banyak digiring menjadi kasus perdata dan pidana. Hal ini menunjukkan adanya tekanan dari pihak luar kepada para pihak pengadaan. Penilaian atas kesalahan administrasi dan prosedur berdampak pada sanksi perdata yang membebani penyedia secara berlebihan. Pengaturan hukuman perdata terlalu diseragamkan. Pengaturan denda 1 per mil per hari dari nilai kontrak atau bagian kontrak menutip penerapan sanksi yang lebih fleksibel yang bisa diterapkan PPK kepada penyedia. Demikian juga rumusan sanksi perdata bagi PPK agak ragu diatur agar kesalahan PPK tidak membebani keuangan negara. Ketiadaan peraturan hukuman pidana pada Peraturan Presiden mengakibatkan menggampangkan penerapan ketentuan KUHP tanpa mendahulukan penyelesaian dengan cara administratif atau secara perdata. Kriminalisi pengadaan menjadi issue yang hangat dalam proses pengadaan Pemerintah. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada pelaksana pegadaan yang melakukan penyimpangan yang dengan sengaja merugikan keuangan negara.
Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) banyak terkendala dengan peraturan kepegawaian secara umum. Pengembangan tingkat kompetensi dan karir pengadaan Pemerintah banyak terhambat. Pengadaan masih merupakan pekerjaan sampingan belum mendarah-daging dan menjadi bagian dari kebutuhan proses sehari-hari dari seluruh aparat pemerintah. Penyandang jabatan PPK, Pejabat Pengadaan atau anggota pokja menjadi jabatan yang dijauhi bagi seagian besar aparatur pemerintah. Besarnya resiko dalam pengadaan Pemerintah menambah keengganan untuk berkiprah di pengadaan Pemerintah. Resiko tersebut diantaranya adanya tekanan dari dalam dan dari luar. Disamping itu pedoman keuangan dan klasifikasi jabatan fungsional belum mampu memberikan penghargaan yang diharapkan di tengah resiko yang dihadapi. Bagaimana mungkin dunia pengaaan pemerinah akan memiliki para pelaku yang memiliki kompetensi yang tinggi resiko yang tinggi dan penghargaan yang rendah.
Organisasi pengadaan masih terfragmentasi akibat pengaturan umum struktur organisasi pemerintahan. Saat ini masih belum dapat diharapkan adanya organisasi tunggal pada kementrian, lembaga dan pemerintah daerah (K/L/D) yang membina dan mengawasi seluruh ahli pengadaan di masing-masing K/L/D. Para ahli pengadaan yang tersebar pada beberapa unit di bawah K/L/D mengakibatkan sulitnya melakukan pembinaan dan pengawasan secara terpusat. Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) masih dilarang menjadi PPK karena kekhawatiran konflik kepentingan pada tingkatan lembaga PPK dan lembaga UKPBJ. Satu tantangan dalam mewujudkan UKPBJ sebagai “Centre of Excelent” yang mampu membina dan mewadahi seluruh ahli pengadaan apapun jabatannya atau dimanapun penugasannya serta mampu menerapkan konsep konflik kepentingan pada tingkatan individu ahli pengadaan.
Proses pengadaan Pemerintah masih banyak yang bersandar pada pemenuhan administratif prosedur. Tekanan internal dan external disertai tingkat kompetensi yang kurang memadai dari sebagian pelaku pengadaan menafikan substansi dari proses dan hasil pengadaan. Sepanjang telah mengikuti peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan maka pera pelaku pengadaan tersebut menganggap bahwa mereka telah menylesaikan tugasnya. Keberlanjutan proses pengadaan berikutnya yang bukan kewajibannya bukan menjadi perhatian penting. Soliditas proses pengadaan mulai dari perencanaan sampai serah terima bukan menjadi minat utama mereka. Beban pengawasan dari sebagian auditor yang tidak memiliki kompetensi pengadaan telah mempersempit wawasan dan praktik sebagian para ahli pengadaan yang hanya fokus pada formalitas pemenuhan prosedur dan administrasi.
Penerapan hak dan kewajiban perdata banyak terganggu dengan penilaian perdata yang keliru dari pihak di luar proses pengadaan. Tekanan internal sering mengakibat tejadinya kemahalan harga atau tidak terpenuhinya sasaran pengadaan. Penilaian sebagian auditor yang sangat mudah mmenyimpulkan kerugian negara mengakibatkan keengganan sebagian penyedia profesional untuk berkiprah dalam pengadaan Pemerintah. Ketiadaan peraturan perundangan yang kuat mengakibatkan mudahnya pelanggaran administrasi dikategorikan perkara perdata atau mengklasifikasikan masalah perdata menjadi perkara pidana. Masing-masing pihak memiliki penafsiran atas masalah pengadaan khususnya pelaksanaan kontrak berdasar ketetuan hukum yang ditemukan dengan penafsiran sesuai persepsinya.
Tidak terbilang kasus pidana yang dihadapi dunia pengadaan Pemerintah. Begitu mudahnya pengenaan hukuman pidana atas suatu kasus yang ditemukan penyimpangan prosedur atau aturan, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan kerugian negara. Cara pengadaan yang sedikit berbeda dapat dianggap melanggar peraturan, keuntungan perusahaan mudah dimasukkan dalam kategori menguntungkan orang lain, perbedaan harga pembelian ditetapkan sebagai kerugian negara. Peraturan pengadaan pada tingkatan Peraturan Presiden tidak memungkinkan adanya pengaturan yang jelas tentang hukuman pidana dalam proses pengadaan Pemerintah.
Dari sebagian permasalahan tersebut diatas maka diperlukan pemecahan permasalahan dalam pengadaan Pemerintah. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menyempurnakan proses pengaaan Pemerintah. Beberapa usulan dapat dikelompokan kedalam kategori penyelesaian masalah.
PENYELESAAN KONVENSIONAL
Beberapa permasalahan pengadaan Pemerintah telah ditangani oleh LKPP dan komunitas pengadaan Pemerintah. Penyelesaian yang dilakuan sebagian besar bersifat konvensional. Dari sisi pengaturan, Pemerintah berusaha menyederhanakan pengaturan dalam Peraturan Presiden yang jumlah pasalnya lebih sedikit dan lebih fokus pada prinsip pengadaan, kebijakan dan sedikit prosedur. Sebagian prosedur tata cara dan tata urut akan dituangkan dalam Peraturan Kepala LKPP. Pengalihan jenjang pengaturan merupakan langkah konvensional dalam peraturan pengadaan Pemerintah. Demikian juga dari sisi pengembangan SDM dan organisasi pengadaaan. Penyelesaian masalah masih bersifat peningkatan secara bertahap dan masih mengkompromikan peraturan dan kondisi yang dihadapi para pelaku pengadaan. Pelatihan dan uji komptensi belum bisa dilakznkn secara drastis untuk memenuhi tuntutan kometpensi dalam pelaksanaan pengadaan Pemerintah. Pembentukan UKPBJ untuk meningkatkan peran Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan menambah beberapa fungsi pengadaan. Namun demikian pembentukan UKPBJ masih mengakomodasi fragmengtasi wadah para ahli pengadaan yang tersebar pada SKPD atau pada daerah yang tersebar. Gangguan-gangguan lingkungan terhadap pengadaan yang berakibat kerugian negara masih dihadapi menggunakan kekuatan pimpinan politik untuk meredam gangguan aparat dan menghilangkan penyimpangan.
TEROBOSAN TEKNOLOGI
Penyelesaian masalah pengadaan tidak mungkin diselesaikan hanya dengan perubahan-perubahan peraturan. Kelemahan peraturan yang dihadapi selama ini sebagian dapat ditangani melalui sistem pengadaan yang kredibel. Pengembangan elektronik procurement telah menggiring para ahli pengadaan dan penyedia barang/jasa menggunakan sistem yang baku dalam proses pemilihan penyedia. Manfaat dari terobosan teknologi informasi telah meenghasilkan manfaat sebagai berikut:
– Electronic tendering telah meyederhanakan prosedur dan juga pengaturan dalam pengadaan Pemerintah. Penyimpangan prosedur baik yang disengaja maupun kelalaian dalam proses kompetisi dapat dikurangi secara significant.
– Eletronc Catalogue telah memberikan pilihan mudah dan dianggap sudah tersaring dengan baik. Dilengkapi dengan electronic purchasing, pengadaan barang atau jasa dibuat mudah tidak banyak prosedur. Aman, nyaman dan pasti.
– Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP) menjadi andalan bagi penyaringan penyedia yang memiliki kapasitas dan kinerja dalam pengdaan. SIKaP memiliki potensi menjadi data base penyedia-penyedia yang kredible yang dapat digunakan oleh Pemerintah. Namun demikian SIKaP perlu terus dikembangkan agar mampu menyediakan gambaran kinerja yang sebenarnya dan gambaran kemampuan nyata bagi setiap penyedia yang telah dan akan mendapat pekerjaan dari Pemerintah
– Competitive Catalogue (Comcat) merupakan terobosan dari sistem pengadaan berbasis elektronik yang mengkompetisikan katalog-katalog komponen dan harga dasar jasa konstruksi. Dengan Comcat, Pemerintah menunjukkan keseriusan melaksanakan pengadaan yang berkelanjutan (sustainable public procurement) dengan mendorong penyedia lokal yang berkinginan untuk maju dan profesional
– Electronic Reverse Auction merupakan sistem baru yang diizinkan oleh Pemerintah untuk digunakan dalam penawaran harga yang berulang. Dengan reverse auction kendala lelang konvensional yang tidak negosiasi untuk koreksi harga dapat diatasi. Dengan penawaran berulang secara elektronik, penyedia didorong untuk menawarkan harga terbaik secara berulang dan berkompetisi demi terwujudnya tingkat efisiensi yang tinggi dan proses yang kometitive.
PENYELESAIAN TERSTRUKTUR
Permasalahan pengadaan Pemerintah memerlukan penanganan yang terstruktur. Penyelesaian permasalahan yang terstruktur memiliki syarat utama yaitu adanya payung peraturan tertinggi dalam bentuk Undang-undang Pengadaan. Intimidasi pada pengadaan Pemerintah dan juga pengadaan publik hanya dapat diselesaikan bilamana pengadaan memiliki payung hukum Undang-undang Publik. Beberapa manfaat Undang-undang Pengadaan Publik diantaranya:
- Meningkatkan kejelasan dan keutuhan peraturan pengadaan publik termasuk pengadaan Pemerintah dengan adanya peraturan yang bersifat khusus (lex specialis)
- Menghilangkan gangguan dari peraturan lain dalam pelaksanaan pengadaan publik
- Menjamin kejelasan dan kepastian hukum bagi para pihak dalam menerapkan hak dan kewajiban administratif, perdata dan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pengadaan
- Meningkatkan kepercayaan dunia usaha dalam keterlibatan pada pengadaan publik
- Menjamin pengadaan yang lebih efektif melalui kewajiban pemenuhan siklus pengadaan yang utuh mulai perencanaan yang matang, penyediaan anggaran sampai pemanfaatan yang maksimal.
- Menjamin terlaksananya prinsip, kebijakan, etika dan prosedur pengadaan publik untuk menjawab kebutuhan pengadaan publik yang semakin bervariasi
- Menjadi payung hukum yang lebih luas namun dapat menjamin berbagai kebutuhan pengadaan publik pada bidang atau sektor tertentu melalui peraturan turunannya (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Peraturan Daerah)
- Menjadi dasar bagi pengembangan SDM pengadaan aparat publik baik dari segi karir, kompetensi dan penghargaan
- Menjadi dasar bagi penertiban dan pengembangan kapasitas penyedia barang/jasa publik