Keprihatinan Pengadaan Jasa Konsultansi Sektor Publik
Oleh: Djamaludin Abubakar
PENDAHULUAN
Kasus perencanaan Terminal Pulo Gadung yang mengundang marah Gubernur DKI Jakarta dan berbagai kasus lainnya memunculkan pertanyaan dimana profesionalisme konsultan di sektor publik? Kita banyak melihat lemahnya perencanaan, pendampingan dan pengawasan pada pembangunan yang berdampak pada hasil pembangunan yang buruk dan berdampak pada lambatnya perwujudan masyarakat yang sejahtera.
Penyusunan anggaran akan jauh lebih baik bilamana setiap biaya untuk belanja modal selalu dilengkapi dengan perencanaan. Kesewenangan alokasi anggaran akan terhindarkan bilamana segala sesuatunya tertata dengan perencanaan yang lengkap. Praktek dagang sapi dalam alokasi anggaran akan hilang. Pejabat Pembuat Komitmen akan merasa aman bila didampingi oleh tenaga konsultan yang profesional. Kontraktor akan merasa adanya kepastian diawasi oleh tenaga konsultan yang berintegritas.
Sikap pemerintah kepada dunia jasa konsultansi.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara konsisten menggunakan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel (pasal 5 Perpres 54 Tahun 2011). Bagi Pemerintah penggunaan prinsip tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) penggunaan uang publik dengan proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif. Sedangkan bagi dunia usaha, prinsip tersebut untuk mewujudkan penyedia yang profesional melalui persaingan yang terbuka.
Tuntutan pemerintah terhadap profesionalisme jasa konsultansi disertai jaminan penghargaan dan ancaman sanksi. Tidak ada batasan maksimal untuk harga sebuah profesi. Peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah menggunakan mekanisme pasar untuk membayar tenaga ahli dan juga badan usaha tentunya. Peraturan tersebut menitikberatkan penilaian teknis daripada sekedar harga dari hasil keahlian. Hal ini tertuang dalam penggunaan istilah seleksi bukan istilah lelang dalam pemilihan jasa konsultansi. Bahkan untuk metode penilaian berdasarkan kualitas (Quality based selection), harga tidak dipertimbangkan dalam kompetisi diantara para penyedia jasa konsultansi.
Sejak zaman reformasi, pemerintah berusaha menempatkan jasa konsultasi pada posisi yang tinggi. Pemerintah berani membayar berapapun billing rate seorang tenaga ahli sesuai besaran penghargaan yang sudah biasa diterima oleh tenaga ahli yang bersangkutan. Hal ini tercermin dari Surat Edaran Bersama (SEB) Bappenas dan Menteri Keuangan nomor 1203/D.II/03/2000 dan SE -38 / A / 2000 dimana disebutkan bahwa Biaya Langsung Personil (Tenaga Ahli) untuk Jasa Konsultan, Jasa lainnya dan untuk tenaga pendukung dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku dan wajar serta didasarkan pada dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan. .
Tidak ada niatan dari pemerintah untuk menyamaratakan harga seorang tenaga ahli berdasarkan bidang keahlian, pengalaman ataupun usia. Karena kemampuan seorang tenaga ahli adalah unik begitu juga penghasilan tiap individu tenaga ahlinya
KONDISI SAAT INI
Pengadaan jasa konsultansi di sektor publik masih menghadapi banyak kendala baik pada sisi pengguna jasa maupun penyedia jasa. :
- Problem anggaran.
Alokasi anggaran yang tidak wajar tidak sesuai dengan kebijakan pengadaan jasa konsultansi yang mengggunakan mekanisme pasr. Liberalisasi billing rate masih belum didorong oleh penyediaan anggaran yang realistis. Paradigma anggaran berbasis kinerja pada UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan pasal 55 dan pasal 69 tidak dipatuhi. Demikian harga perkiraan sendrri (HPS) yang disusun tidak melihat kewajaran harga satuan untuk mebiayai para tenaga ahli yang diminta.
- Problem peraturan.
Prinsip persaingan terbuka pada Peraturan Presiden 54 Tahun 2010 tidak diterapkan sesuai dengan keahlian masing-masing penyedia jasa konsultansi. Penyusunan daftar pendek konsultan menggunakan kriteria yang sama tanpa melihat kekhususan dari masing-masing paket pengadaan dan berdampak mematikan perusahaan kecil yang memiliki kekhususan/spesialisasi. Hanya perusahaan-perusahaan besar dan kuat yang akan masuk dalam urutan 5 atau 7 teratas dari daftar pendek.
- Problem personil tenaga ahli.
Tenaga ahli yang bekerja di sektor publik banyak jarang yang memiliki kaliber nasional apalagi internasional. Minat tenaga profesional untuk menjadi tenaga ahli pada perusahaan penyedia jasa konsultansi di sektor publik sangat kecil karena sistem penghargaan yang tidak manusiawi.
- Problem perusahaan jasa konsultansi.
Perusahaan jasa konsultansi di sektor publik banyak yang tidak menerapkan prinsip tata kelola yang profesional. Banyak perusahaan jasa konsultansi yang masih belum melihat pentingnya referensi dari pengguna jasa sbelumnya. Masih sering ditemukan referensi yang dipalsukan saat dilakukan verifikasi oleh kelompok kerja pengadaan. .
- Problem lingkungan kerja
Kutipan-kutipan atau persentase pemotongan nilai kontrak untuk kebutuhan para pejabat corrupt menyulitkan penyedia jasa konsultansi untuk bekerja profesional. Ketentuan yang baku untuk struktur biaya personil dan non-personil banyak dilanggar karena untuk memenuhi permintaan kutipan tersebut. Demikian juga kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan jenis kontrak lump sum ditujukan untuk memuaskan para pengutip dengan mengorbankan peningkatan meningkatkan profesionalisme perusahaan dan tenaga ahlinya.
HARAPAN KE DEPAN.
Dari berbagai kondisi yang kita hadapi saat ini tentunya kita semua harus berbenah cepat dalam memperbaiki keadaan di bidang jasa konsultansi. Beberapa idea yang bisa kita bicarakan untuk perbaikan kedepan diantaranya:
- Memperjelas penerapan reward and punishment.
Penghargaan kepada sumber daya manusia khususnya tenaga ahli harus lebih ditingkatkan. Peraturan penggunaaan mekanisme pasar harus diterapkan mulai dari penyusunan anggaran, penyusunan HPS dan negosiasi biaya personil dan non-personil. Pedoman harga satuan personil (billing rate) untuk perusahaan (seperti pada Surat Edaran Menteri PU No. 03/SE/M/2013) sudah seharusnya diganti dengan pedoman gaji dasar minimal (GDM) bagi tenaga ahli. Pedoman GDM cukup dalam bentuk index terhadap upah minimum provinsinya. Bila GDM telah baku diterapkan maka kesejahteraan tenaga ahli terjamin dan mekanisme penyusunan anggaran, penetapan harga pasar dan billing rate bagi tenaga ahli akan lebih mudah diterapkan.
Tenaga ahli atau perusahaan jasa konsultansi yang tidak memenuhi janji profesionalitasnya harus mendapat hukuman. Hukuman tersebut harus ditindaklanjuti dengan pembinaan oleh pemerintah dan asosiasi yang menaungi perusahaan atau tenaga ahli tersebut.
- Mendorong peran yang lebih besar jasa konsultansi.
Keterbatasan kemampuan aparat pemerintah, khususnya pejabat pembuat komitmen (PPK) dan tuntutan tanggung jawab penggunaan anggaran seharusnya mendorong perluasan kesempatan peran jasa konsultansi. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2001 Tentang Perbendaharaan lebih mengamanatkan bahwa PPK lebih berperan sebagai seorang juru bayar atau account officer dibandingkan sebagai seorang project manajer. Setiap tanggung jawab pekerjaan (khususnya yang bersifat teknis) yang tidak mampu ditangani oleh birokrat sudah seharusnya dibebankan kepada penyedia jasa, dalam hal ini jasa konsutansi. Hal ini sesuai dengan terpenuhi persyaratan kompetensi untuk mengemban tugas dan tanggung jawab dimanapun juga.
- Mensosialisasikan kebijakan.
Kebijakan anggaran berbasis kinerja dan mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa khususnya jasa konsultansi harus disosialisasikan secara benar. Sosialisasi ini diberikan kepada para penyusun anggaran di pusat dan daerah, pelaku pengadaan, penyedia jasa konsultansi baik perusahaan maupun perorangan, auditor dan aparat penegak hukum serta kelompok masyarakat termasuk asosiasi-asoasiasi perusahaan dan profesi. Dengan sosialisasi yang benar penerapan dan penilaian terhadap penghargaan dan hukuman terhadap pelaku jasa konsultansi dapat dilakukan secara wajar.
- Menyempurnakan aturan yang ada.
Perlu dibuat peraturan atau pedoman yang lebih adil bagi para profesional yang bernaung pada badan usaha yang berskala kecil dan menengah. Perlakuan yang adil terhadap usaha kecil dan menengah bukan berarti melakukan segmentasi pasar tetapi untuk menumbuhkan potensi-potensi khusus yang dimiliki oleh perusahaan kecil dan menengah berikut tenaga ahli yang dimilikinya. Prinsip the best fit company untuk melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi menjadi kaidah utama dalam penyusunan daftar pendek dan pemilikan penyedia perusahaan jasa konsultansi.
Demikian juga harus diupayakan kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab antara Pejabat Pembuat Komitmen (dengan variasi mulai juru bayar atau account officer sampai project manager) dan Penyedia Jasa Konsultansi dalam belanja modal. Hal ini akan memperluas cakupan dan tanggung jawab penyedia jasa konsultansi. Hal ini juga untuk mendorong penyedia jasa konsultansi yang selama ini mmemiliki peran dan tanggung jawab yang kecil yang sifatnya membantu (assist concept) dalam proses pengadaan barang/jasa kepada peran dan tanggung jawab yang lebih besar yang sifatnya tanggung jawab penuh (task concept).
- Maksimalkan data base berbasis web.
Penggunaan media elektronik berbasis web dan data base akan mendorong transparansi dan profesionalisme penyedia jasa konsultansi baik perorangan maupun badan usaha. Kredibilitas penyedia jasa akan mudah diketahui melalui media berbasis web. Sudah seharusnya badan usaha yang bergerak di bidang jasa konsultansi memaparkan data-data perusahaannya pada web site yang kredibel. Salah satu Tenaga ahli akan lebih profesional bilamana data-data profesinya dibuat secara konsisten dari waktu ke waktu. Konsistensi akan mendukung kredibilitas tenaga ahli yang bersangkutan. Konsistensi data profesi yang dijalani akan mudah dijaga kredibilitasnya bilamana data tenaga ahli tersebut masuk dalam data base dan tayang secara on-line yang dikelola secara nasional.