Membangun Relasi Setara Antar Pengelola Pengadaan Dengan Penyedia Melalui Penjajakan Minat Pasar
Oleh: Yulis Setia Tri Wahyuni
Penyiapan data yang cukup sebelum memproses pemilihan penyedia seharusnya menjadi pilihan mutlak bagi para pengelola pengadaan dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP). Bagi PPK hal ini akan sangat berguna sebagaimana kewenangannya menyusun spesifikasi teknis dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sementara bagi Pokja ULP kecukupan penyediaan data ini akan membantunya dalam melakukan proses kaji ulang paket pengadaan serta memproses pemilihan penyedia itu sendiri.
Data yang cukup tersebut tentu menyangkut informasi atas paket-paket yang akan dikelola, seperti bagaimana potret kita terhadap daya saing penyedia, kemampuan dan kapasitas pasar, bagaimana kita mampu mengelola varian harga dari waktu ke waktu diantara penyedia. Memahami titik kritis ini berarti kita telah mengantisipasi atas risiko kegagalan dari paket-paket pengadaan yang akan dikelola. Seperti yang kita ketahui, beberapa hal yang mengemuka dalam proses pemilihan penyedia yaitu bahwa barang/jasa yang diminta ternyata sudah tidak tersedia di pasar atau bahkan sedikitnya penyedia yang berminat untuk turut serta dalam kompetisi (HPS yang tidak mencerminkan harga pasar misalnya), dll. Singkatnya, hasil pemotretan ini akan menghasilkan informasi yaitu data jumlah penyedia yang kemungkinan berminat untuk memasukkan penawaran serta data persaingan harga dari informasi harga yang mereka sampaikan. Dari data ini, tentu bisa menjadi bahan kebijakan para pengelola pengadaan untuk memutuskan langkah selanjutnya, apakah harus melanjutkan ke tahap pemilihan penyedia atau harus merevisi atas apa yang sudah dirancang. Ketika informasi yang didapatkan bahwa ketersediaan barang/jasa tersebut discontinued misalnya, maka keputusan yang akan diambil adalah mencari subsitusi atas barang/jasa tersebut.
Dalam pengadaan, kita mendengar istilah market sounding (penjajakan minat pasar). Istilah ini bisa merujuk pada cara yang mungkin dilakukan pengelola pengadaan dalam rangka menilai reaksi pasar dari paket pengadaan yang tengah diusulkan. Penyiapan data sebagaimana dipaparkan di atas tentu bisa dikategorikan sebagai market sounding. Market sounding ini tentu tidak mencakup kriteria pemilihan atau evaluasi penawaran, dan juga tidak menciptakan komitmen apa pun dari pihak pengelola pengadaan kepada pihak penyedia yang memberikan informasi, semisal menjanjikan atas keterpilihan satu penyedia sebagai pemenang. Jalinan komunikasi ini harus dilakukan tanpa prasangka, pengelola pengadaan harus mengedepankan kesetaraan diantara dirinya dan penyedia. Pada tahap ini, pengelola pengadaan perlu meneliti risiko pengkondisian diantara sesama penyedia untuk itu perspektif penyedia harus diimbangi dengan sumber data lain yang relevan. Yang terpenting dalam tahap market sounding ini yaitu pengelola pengadaan harus mampu melakukan justifikasi atas keputusan mereka dan hal ini dilakukan secara transparan.
Memahami market sounding berarti pengelola pengadaan harus berpikir bagaimana teknik ini bisa aplikatif di lapangan. Belajar transparansi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, kita bisa mengadopsi tools yang mereka gunakan sebelum memproses pemilihan penyedia. Satuan kerja di bawah Kementerian Agama ini telah mempraktikkan permintaan informasi harga barang/jasa via website. Mengadopsi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), mereka mengumumkan paket pengadaan (diatas Rp 50 Juta) di website tersebut. Tak hanya mengumumkan paket, pada setiap paket yang diumumkan tersebut mereka juga upload surat permintaan informasi harga barang/jasa yang diautentikasi oleh PPK. Pada lampiran surat disertakan form Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang berisi template kolom informasi yaitu Nomor, Nama Barang/Jasa, Spesifikasi Barang/Jasa, Volume, Harga Satuan dan Harga Total. Fasilitas website ini tidak menciptakan pola komunikasi secara atraktif via online antara pengelola pengadaan dengan penyedia sebagaimana yang telah tersedia secara mapan di dalam aplikasi SPSE. Ia hanya menjadi satu cara untuk membantu peran PPK dalam perannya menyusun spesifikasi teknis dan HPS. Dan memang sumber informasi ini bukan lah satu-satunya rujukan, karena pada saat yang bersamaan PPK juga mengandalkan sumber informasi lain yang relevan. PPK memainkan peran maksimalnya dalam melakukan survei spesifikasi teknis dan harga.
Sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 66 tentang Penetapan Harga Perkiraan Sendiri.
(1) PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk Kontes/Sayembara.
(3) Nilai total HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia.
(4) HPS disusun paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran.
(5) HPS digunakan sebagai:
- alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
(7) Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi:
- informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(8) HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar.
Dari pasal 66 ini, bisa kita simpulkan bahwa kewenangan PPK dalam menyusun HPS diikat oleh norma-norma yang ia harus taati di dalamnya. PPK misalnya harus mempublikasikan dari total HPS yang ia susun (ayat 3) serta ia juga memperhitungkan waktu realtime (ayat 4) demi menjaga bahwa barang/jasa yang akan diproses merefleksikan harga pasar. Yang tak kalah penting adalah PPK harus mempertimbangkan sumber rujukan dalam penyusunan HPS, bagaimana ia harus menentukan tempat yang tepat ketika survei dengan telah memperhitungkan keuntungan dan overhead penyedia yang wajar.
Kata kunci penting yang bisa dikreasikan PPK pada Pasal 66 ini menurut hemat saya adalah pada ayat (7) i, yaitu bahwa ada permission untuk mempertimbangkan informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan ketika PPK melakukan survei. Dengan demikian, market sounding dengan menggunakan fasilitas website bisa menjadi alternatif bagi PPK untuk menggali informasi spesifikasi teknis dan harga.
Akhirnya, tools ini bisa menjadi sarana untuk memudahkan PPK karena dengan mendapatkan kecukupan data sejak awal maka pihak pengelola pengadaan dan penyedia akan mendapatkan informasi lebih awal terkait barang/jasa yang akan dibutuhkan. Dengan memahami spesifikasi teknis sejak awal maka pengelola pengadaan akan mendapatkan feedback terhadap kelebihan dan kekurangan spesifikasi atau harga yang dirancang pengelola pengadaan.