fbpx
  • 0812-8694-8877 | 0811-192-577
  • admin@p3i.or.id
  • Jakarta, Indonesia
Kabar Pengadaan
Dibalik Mega Proyek Pengadaan E KTP 2

Dibalik Mega Proyek Pengadaan E KTP 2


Program | Procurement Channel

Tema | Dibalik Mega Proyek Pengadaan E KTP 2

Host | Syahrul Salam

Narasumber | Khalid Mustafa dan Samsul Ramli


Syahrul Salam: Terima kasih Pak Khalid Mustafa, dan juga Pak Samsul Ramli, senang sekali kita bisa melanjutkan rangkaian diskusi rutin di P3I, dan saya kira ini P3I menjadi salah satu yang concern betul tentang dunia pengadaan di Indonesia. Dan kita ketahui bahwa di satu minggu terakhir ini heboh, nih, Indonesia, khususnya yang terkait dengan kasus pengadaan di elektronik KTP ya?

Khalid Mustafa: Betul.

Syahrul Salam: Pak Samsul juga tahu bahwa lebih dari 2 triliun temuan KPK, dan kemarin kita lihat persidangannya seluruh nama-nama besar itu banyak sekali disebutkan. Nah, kalau kita kembalikan ke konteks concern kita di P3I, dalam konstruksi perpres 54 dan keseluruhan perubahan yang ada di dalamnya, kita lihat bahwa ada 3 proses atau tahapan yang mesti menjadi titik tekan kita dalam konteks pengadaan. Di persiapan, di pemilihan, dan juga di pelaksanaan. Saya sedikit ingin tanya ke Pak Samsul, apa yang bisa diberikan referensi dalam konteks pengadaan tadi, di sisi persiapannya?

Samsul Ramli: Kalau dari sisi persiapan saya melihat bahwa ada satu kekacauan yang dimulai dari hulunya. Dari hulunya itu adalah dari perencanaan kebutuhan. Padahal perpres 54 tahun 2010 dan seluruh perubahannya sudah jelas di pasal 1 angka 1 itu menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa itu adalah proses memperoleh barang/jasa yang dimulai dari perencanaan kebutuhan. Nah ketika perencanaan kebutuhannya sudah tidak jelas, maka sangat bisa diyakinkan bahwa ujungnya nanti juga akan tidak jelas.

Syahrul Salam: Oke, baik. Sebentar saya tahan Pak Samsul. Pak Khalid Mustafa, menurut Pak Samsul ini ada hal yang perlu diluruskan dalam segi identifikasi kebutuhannya. Apa yang bisa dilihat dari proses lain dalam konteks ini?

Khalid Mustafa: Seperti yang tadi Pak Syahrul sampaikan juga bahwa apabila pelaksanaan pengadaan tersebut dilaksanakan oleh penyedia, ada tiga tahapan utama yaitu persiapan, pemilihan, dan pelaksanaan. Nah, khusus untuk tahapan pemilihan yang masyarakat itu kenal dengan istilah lelang atau tender, dari konstruksi dakwaan yang ada juga itu cukup banyak yang menarik, yang bisa kita kupas dari sisi pengadaan barang/jasa. Pelaksanaan pengadaan, tender itu bukan sekedar untuk memilih penyedia. Tender itu, selain memilih penyedia, juga memilih barang atau jasa. Nah, sekarang bagaimana caranya kita bisa memilih penyedia yang baik dan benar, yang baik, yang qualified, barang dan jasa yang berkualitas, kalau proses tender itu sendiri penuh dengan istilahnya, ‘rekayasa’. Dari mana kita bisa memperoleh hasil yang baik? Kalau tahapan-tahapannya tersebut (dalam tanda kutip) menafikkan prinsip-prinsip dan etika-etika pengadaan.

Syahrul Salam: Saya potong. Apakah kemudian dalam e-KTP (realisasinya itu), adakah dilihat rekayasa atau sejenisnya di dalamnya? 

Khalid Mustafa: Sekarang kalau kita lihat gini, Pak Syahrul, apabila saya sebagai seorang penyedia, kemudian saya ikut tender, dan ada rekan-rekan yang lain juga yang ikut tender, kita kan menginginkan ada suatu proses yang sama, kita menginginkan suatu tindakan yang sama antara satu dengan yang lain, istilahnya kita ini sama-sama penyedia. Nah, bagaimana kalau misalnya Pak Syahrul kemudian: “Oke deh, saya bantu kamu menang, nanti dokumen kamu saya periksa ya. Nanti dokumen kamu saya yang selidiki, jadi yang lain biarin salah semua, tapi yang kamu pasti bener.” Terus yang berikutnya lagi, bagaimana kalau kira-kira: “Pak, ini saya gak memiliki persyaratan” “Sudahlah, kita lupakan saja, kamu tetap menang.” 

Syahrul Salam: Oke, baik. Ini menarik, Pak Samsul. Menurut Pak Khalid Mustafa, sepertinya ada nuansa rekayasa di dalamnya. Nah apa yang Bapak lihat dari sisi lain?

Samsul Ramli: Kalau dari sisi saya, ya, jelas karena spesialisasi saya adalah terkait dengan persiapan perencanaan, jadi seperti saya bilang tadi, ketika sebuah pengadaan barang/jasa itu tidak jelas ditetapkan identifikasi kebutuhannya, maka ketidakjelasan lainnya akan berlanjut, bahkan sampai ke proses pemilihan. Ketidakjelasan itu bisa terlihat misalkan dari pemaketan pekerjaan.

Syahrul Salam: Oke, saya potong sebentar. Apakah e-KTP atau sejenisnya yang sedang dalam proses hukum hari ini, kita betul gak sih dalam konteks di Indonesia ini?

Samsul Ramli: Kalau dari e-KTP berbasis NIK-nya kita butuh. Tapi yang jadi pertanyaan apakah kitamembutuhkan kartunya?

Syahrul Salam: Oh, baik.

Samsul Ramli: Ini kan sebuah pertanyaan mendasar, kan. Nah maka dari itu ketika saya melihat ada 9 paket pekerjaan yang kemudian digabungkan menjadi satu, ini menjadi tidak jelas apakah ini pengadaan

Syahrul Salam: 9 paket pekerjaan ya?

Samsul Ramli: Iya—apakah ini pengadaan barang, apakah ini pengadaan jasa? Dua hal ini saja kita tidak dapat mengindentifikasi.

Syahrul Salam: Baik, saya potong sebentar. Pak (Khalid), menurut Pak Samsul ini dua hal yang justru membingungkan kita dari sisi pengadaannya. Apa yang bisa Bapak lihat? Barangkah, atau jasakah, atau dari sisi lain?

Khalid Mustafa: Kalau kita melihat daripada pengadaan barang/jasa, di dalam perpres no 54 itu kan membagi menjadi 4 yaitu pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Ini 4 hal tersebut. Masing-masing memiliki karakteristik sendiri, memiliki penyedia sendiri, dan memiliki persyaratan-persyaratan dan teknis untuk melakukan evaluasi masing-masing. Persyaratan spesifikasi teknis untuk barang, tentu saja berbeda untuk jasa. Nah sekarang, kalau kita bicara masalah barang, kartu, itu apakah dapat disamakan dengan memilih orang. Nah tentu saja gak mungkin sama, kan. Nah, kalau semua digabungkan, yang kita kerjakan ini apa? Barangkah, konstruksi, konsultan, atau jasa lainnya?

Syahrul Salam: Oke, baik saya potong sebentar. Jadi ini 4 hal yang harus spesifik, Pak Samsul, jadi mestinya dalam konteks perbaikan, apa yang mestinya harus di-review?

Samsul Ramli: Saya sih lebih menekankan kepada review identifikasi kebutuhan tadi, seperti pertanyaan mendasarnya: apakah yang kita perlukan kartu atau sistem kependudukan NIK tadi. Ini harus tegas dulu.

Syahrul Salam: Kalau baca, Bapak kira-kira membaca dari sisi kemendagri, misalnya, apa yang dibutuhkan sebenarnya?

Samsul Ramli: Kalau dari sisi kemendagri, ini momentum yang sangat besar sekali buat teman-teman di kementrian dalam negeri. Inilah momentum yang sangat besar untuk segera merubah mindset bahwa ada proses pengadaan yang sangat penting dan urgent dalam proses pelaksanaan pembangunan. Dalam proses pelaksanaan pembangunan, pengadaan tidak lagi boleh dijadikan anak tiri. Kita ada peraturan tentang keuangan, tentang perencanaan, tapi peraturan pengadaan hanya sekedar perpres, sebuah tanda bahwa pengadaan barang/jasa terpinggirkan oleh pelaksana kebijakan.

Syahrul Salam: Baik, saya sambung. Dari sisi perencanaan yang Bapak singgung tadi, dan kemudian dari sisi konstruksi hukumnya, apakah kemudian payung hukum ini telah menjembatani keseluruhan yang Bapak tawarkan tadi?

Samsul Ramli: Ya, pasti. Perpres sudah sangat sempurna dan sangat baik sekali. Karena perpres misalkan, kalau kita misalkan lihat konstruksi di pasal 22 tentang rencana umum pengadaan, mestinya ini sudah harus jelas. Para pihak dalam kasus ini, harus mampu menjelaskan apa yang sebenarnya kita butuhkan. Kenapa kita misalkan, kalau misalkan kita mengkoreksi kenapa 9 paket pekerjaan itu dijadikan 1. Ini identifikasinya apa. Kemudian jumlah yang ditetapkan untuk menetapkan e-KTP ini, jumlahnya yang kalau dibilang ada 18.000/KTP kemudian ini dikalikan berapa ini? Dari perkalian itu, jumlah itu dasarnya diambil dari kajian yang mana? ini harus jelas.

Syahrul Salam: Oke, jadi sangat complicated ya. Dalam konteks ini, Pak Khalid Mustafa, bagaimana posisi LKPP sebagai lembaga yang memayungi keseluruhan proses pengadaan di Indonesia?

Khalid Mustafa: Ya. Tadi Pak Samsul Ramli juga sudah menjelaskan bahwa LKPP sudah melaksanakan suatu peran yang cukup penting di sini, yaitu dalam proses pendampingan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Syahrul Salam: Sejauh mana efektivitas LKPP dalam konteks ini?

Khalid Mustafa: Kalau kita berbicara masalah efektivitas, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, berarti lembaga resmi di negara ini yang berhak memberikan kebijakan-kebijakan, pendapat hukum, dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Nah, kalau lembaga yang secara hukum saja memiliki kewenangan untuk melakukan proses pendampingan masukannya tidak dihargai, masukannya tidak dilaksanakan

Syahrul Salam: Sudah bisa dipastikan begitu ya? Tidak dihargai ya?

Khalid Mustafa: Kalau kita melihat dari dakwaan jaksa KPK, kita melihat bahwa masukan LKPP yang tadinya meminta paket yang digabungkan dipisahkan, tidak dilaksanakan. Kemudian yang kedua, proses lelang atau tender yang terjadi post-bidding, itu direkomendasikan untuk diulang, tidak dilaksanakan.

Syahrul Salam: Tidak dilaksanakan oleh kemendagri?

Khalid Mustafa: Ya, oleh kemendagri dalam hal ini. Oleh pantia pengadaan barang dan jasa dan orang-orang yang didakwa oleh KPK. Dan yang berikutnya lagi, yang lebih parah lagi, dalam proses sanggahan banding, sanggahan banding belum dijawab, surat penunjukkan penyedia barang dan jasa sudah dikeluarkan dan ditandatangani.

Syahrul Salam: Padahal sanggahan banding itu menghentikan proses?

Khalid Mustafa: Menghentikan proses. Nah artinya ada pengabaian dalam hal ini, makanya kalau kita lihat dari dakwaan, LKPP ini kan mengundurkan diri.

Syahrul Salam: Oke, ini menarik. LKPP mengundurkan diri. Tapi kalau kita lihat dakwaan kejaksaan kemarin banyak nama-nama justru dimunculkan bukan hanya dari kemendagri, tapi dari DPR. Nah, ada hal apa ketika kemudian banyak nama-nama anggota DPR kemudian disebutkan? Bagaimana peran anggota DPR dalam konteks perencanaan sebagaimana Bapak tadi singgung?

Samsul Ramli: DPR RI kan bercerita tentang budgeting, ya, tentang anggaran. Jadi kalau kita melihat ketika identifikasi kebutuhan tidak jelas, maka yang bermain adalah harga. Ketika kita berbicara tentang harga dalam prinsip value for money, prinsip value for money kan sebenarnya identifikasi kebutuhan dari sisi kualitas, baru harga itu mengikuti. Nah sekarang ketika proses identifikasi kebutuhan tidak jelas, disodorkan kepada DPR RI yang fungsinya memang budgeting, gitu kan, maka budget yang disusun hanya persoalan tentang harga saja. Ini yang perlu kita lihat. Ketika kita berbicara tentang harga, seperti yang saya tulis dalam buku saya, itu dalam bacaan wajib praktisi pengadaan barang/jasa, saya bilang: “Pembangunan Indonesia itu terjebak harga. Karena semua berkiblat kepada uang.” Nah ini salah satu buktinya, bahwa semua berkiblat kepada uang, berbicara e-KTP tapi kita berbicara uang saja.

Syahrul Salam: Mestinya tidak begitu?

Samsul Ramli: Mestinya tidak begitu. Anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana kita menentukan kinerjanya dulu baru kita berbicara tentang uangnya. Ini penting.

Syahrul Salam: Baik, saya kembali sedikit ke Pak Khalid Mustafa. Dua poin penting apa yang bisa Bapak tawarkan malam ini?

Khalid Mustafa: Yang pertama, jadikan pengadaan barang dan jasa sebagai salah satu hal garda terdepan dalam proses pembangunan di Indonesia. Jangan sekedar dianggap remeh lagi. Poin yang kedua, jangan lupa peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta penguatan kapabilitas, serta integritas insan-insan dalam pengadaan barang dan jasa.

Syahrul Salam: SDM ya?

Khalid Mustafa: Tentu saja. Kalau bicara masalah teknologi, e-katalog, itu semua adalah alat, tapi semua alat ini ada orang di dalamnya. Ada orang yang melaksanakan, yang mengemudikan, alat-alat tersebut. Kemudinya baik, orangnya baik, insya Allah tujuannya akan baik.

Samsul Ramli: Saya juga mendukung apa yang disebutkan Pak Khalid Mustafa. Poin pertama adalah kita harus memperbaiki sumber daya manusianya. Yang kedua, tidak hanya soal perbaikan, saya bisa melihat bahwa potensi sumber daya pengadaaan itu sangat besar, tapi yang jadi masalah adalah keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap pembinaan, perlindungan, kesejahteraan pelaku pengadaan barang/jasa itu sangat kecil sekali. Nah dua hal ini akan menentukan bagaimana nanti integritas pengelola-pengelola pengadaan. Kasus yang kita bahas sekarang, ini salah satu tanda yang sangat jelas bahwa pelaksana pengadaan yang terlibat di dalam roses ini, itu sangat, sangat, tidak berkompeten. 

Syahrul Salam: Baik, Pak Khalid Mustafa, untuk kedepan, final statement dari Bapak, apa yang bisa kita perbaiki?

Khalid Mustafa: Saya mengutip ungkapan dari seorang rekan saya, Pak Agus Kuncoro yang juga merupakan salah seoarang anggota dewan pendiri, bahwa pengadaan bukan segalanya, tetapi segalanya butuh pengadaan. Ini maknanya luar biasa, mengapa? Kalau kita berbicara masalah pengadaan barang dan jasa, ini seakan-akan hanya sekedar tender, seakan-akan hanya lelang, padahal kalau kita lihat di pasal 1 ayat 1, pengadaan dimulai dari identifikasi kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa. Ini berarti, saat saya mulai berpikir tentang masalah apa yang mau saya adakan, itu sudah masuk proses pengadaan, sampai barang tersebut diterima, itu adalah proses pengadaan. Karena prosesnya sangat signifikan, maka proses pengadaan barang dan jasa ini harus dibantu dan harus dilapisi dengan integritas yang tinggi, integritas yang kuat, orang-orang yang mampu melaksanakan, yang mampu menjalani, dan memahami prinsip-prinsip pengadaan dan etika-etika pengadaan. Kemudian, bicara tentang masalah pengadaan, saya setuju dengan Pak Samsul Ramli, jangan lagi dinomor-duakan. Pengadaan itu sama pentingnya dengan pendapatan. Percuma pendapatan besar tapi pengeluaran boros. Percuma pendapatan banyak, kemudian pengadaan barang dan jasanya seenaknya; menghasilkan penyedia yang tidak kompeten, penyedia yang tidak qualified, yang akhirnya memboroskan keuangan negara. Kita harus balance, inilah saatnya untuk melakukan reformasi pengadaan barang dan jasa, untuk mendukung program nawacita daripada Presiden Jokowi. 

Syahrul Salam: Oke, baik. Saya kira, menarik diskusi kita dan mudah-mudahan hal ini menjadi salah satu referensi di dunia pengadaan di Indonesia, dan menjadi kontribusi besar sehingga ada perbaikan dari sisi keseluruhan proses pengadaan kita. Dan tentu saja dalam konteks ini kita mendukung sebuah concern besar Pak Presiden Jokowi untuk mempercepat akselerasi pembangunan lewat pengadaan di negara ini. Saya kira itu. Terima kasih untuk diskusinya Pak Samsul dan juga Pak Khalid Mustafa.


Transkrip oleh: Melati Raisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.