Alkisah, di Sebuah Negara Antah Berantah…
Oleh: Khalid Mustafa
Di sebuah negara antah berantah yang memiliki beberapa daerah, akan dilaksanakan Pilkadal untuk memilih Kadal-Kadal yang akan menjadi kepala daerah di daerah tersebut.
Sejatinya pelaksanaan pilkadal, maka para pihak mulai sibuk untuk turut serta dalam kegiatan itu. Burung hantu selalu terjaga setiap malam untuk mengintai mangsanya, burung merpati berkirim kabar, baik kabar burung atau kabar gaib, dan tentu saja para kadal yang melata ke sana kemari mencari muka dengan berbagai janji muluk.
Salah satu yang paling sibuk tentu saja pihak Beruang. Dengan melihat kadal-kadal potensial, mereka mulai mendekati berbagai pihak tentu saja dengan janji-janji tertentu.
“Jangan khawatir soal dana, berapapun yang dibutuhkan kami bisa bantu,” atau “Semua pengeluaran akan kami tanggung, kalau perlu gesek pakai kartu kami dengan tanpa batas,” merupakan kalimat-kalimat standar yang mereka lontarkan kepada para kadal yang tentu saja menyambut dengan gembira.
“No free lunch” adalah uangkapan yang tepat untuk hal ini. Beruang sebagai pihak pebisnis tentu saja tidak akan bermurah hati memberikan dana yang melimpah tanpa imbal jasa atau kesempatan di masa yang akan datang. Biasanya kalimat di atas akan disambung dengan “tapi jangan lupakan kami yah kalau anda terpilih menjadi Kadal di daerah ini.”
Dengan sokongan dana dari pihak Beruang, maka para Kadal menyebar baliho, spanduk, dan brosur kemana-mana. Dengan semangat kehewanan tentu saja tidak mempedulikan lagi tentang polusi gambar dimana-mana. Wajah jelek mereka terpampang dimana-mana, termasuk menyiksa pepohonan dengan memaku wajah mereka di batang pohon. Serangan fajar dilakukan dimana-mana, berbagai bantuan sembako bertuliskan nama dan nomor urut mereka disebar pada kantong-kantong calon pemberi suara, amplop berisi lembaran-lembaran mata uang di negara antah berantah berhamburan kesana-kemari.
Akhirnya, pelaksanaan Pilkadal sukses dilaksanakan, dan si Kadal menjadi pemenangnya.
Beruang tidak perlu menunggu terlalu lama, berbekal catatan bermeter-meter berisi pengeluaran selama kampanye oleh Kadal disodorkan kepada sang Kadal untuk menunggu pengembalian. Tentu saja Beruang tidak sendirian, tim pendukung lain ikut serta dengan berbagai skenario pengembalian modal itu termasuk bekerjasama dengan Dewan Perampok Rakyat Daerah Kadal (DPRDK).
Rencana Strategis dari pemimpin sebelumnya dirombak ulang, dengan alasan klasik “tidak sesuai dengan visi misi Kadal saat kampanye”. Rencana baru mulai disusun yang tentu saja sudah disisipkan berbagai program “mercu suar” dan program “titipan” dimana-mana.
Saat pelaksanaan pengadaan, maka sang Kadal mengumpulkan Kepala-Kepala Dinas di Pemerintah Daerah Kadal untuk menjelaskan berbagai program tersebut dan biasanya dilanjutkan dengan pertemuan banyak mata (karena biasanya selain dihadiri oleh sang Kadal, kepala dinas daerah kadal, dan utusan Beruang) untuk membahas program-program titipan tersebut agar “diamankan.”
Kalimat standar yang disampaikan oleh sang Kadal adalah, “wahai kepada dinas pemerintah darah Kadal, ini adalah amanat rakyat kepada kita. Program ini harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan… tetapi… mohon diamankan demi kepentingan kita bersama.”
Tentu saja ditambahkan dengan kalimat “bagi yang masih ingin jadi kepala dinas daerah kadal, silakan mendukung. Kalau tidak mendukung berarti sudah tidak sevisi dengan saya dan akan saya ganti dengan hewan lain…”
Berdasarkan “amanat” Kadal yang baru, kepala dinas segera bergegas kembali ke kantornya dan mengumpulkan para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di dinas masing-masing.
“Wahai PPK, ini ada proyek di daerah kita yang harus dilaksanakan. Segera kumpulkan staf untuk membuat Spesifikasi Teknis dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk dilelangkan.”
“Wah pak, program ini khan tidak ada pada Rencana Strategis (Renstra) atau Rencana Kerja (Renja) kita, bagaimana kami mau melaksanakan?” jawab PPK di dinas tersebut
“Laksanakan saja, atau kamu dimutasi ke tengah laut sana…” jawab kepala dinas daerah kadal dengan wajah memerah.
“Siap kami laksanakan pak, tapi mohon petunjuk karena pekerjaannya kami tidak tahu, bagaimana menyusun spesifikasi dan mencari harganya?” sahut salah satu PPK sambil tertunduk membayangkan dirinya kehilangan jabatan dan berada di daerah kering kerontang. Bagaimana dengan istri muda yang saat ini menanti di salah satu kontrakan? Bagaimana membelikan berlian untuk sekretaris yang sudah diincarnya sejak lama?
“Gampang itu, nanti ada orangnya Beruang yang akan datang membawakan spesifikasi proyek dan harga. Kamu hanya tinggal tanda tangan saja.”
“Baik pak, akan kami laksanakan.”
Pihak Beruang dan timnya memang sudah mempersiapkan proyek ini dengan matang, hitung-hitungan keuntungan dan bagi-bagi hasil sudah ada dalam catatan mereka. Nilai proyek hanya 10 Keping Emas mereka naikkan sampai 10 kali lipat menjadi 100 keping dengan hitung-hitungan: 20% untuk Kadal, 20% untuk Dewan Perampok Rakyat Daerah Kadal, 10% untuk Kepala Dinas daerah kadal, 5% untuk pengawas dan pemeriksa, serta 1% untuk panitia lelang dan penerima barang. Sisanya tentu untuk mereka sendiri.
Maka datanglah anggota tim pendukung Beruang ke kantor dinas dan membawa spesifikasi teknis yang sudah diatur agar hanya dapat dikerjakan oleh mereka serta HPS yang sudah dinaikkan 1000% itu serta menyerahkan kepada PPK untuk ditandatangani.
Kemudian, kepala dinas daerah kadal dan PPK mengumpulkan panitia lelang proyek dan memberikan arahan “Wahai panitia, silakan melakukan pelelangan untuk proyek ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara antah berantah… tapi… jangan lupa… yang menang perusahaan Beruang yah…”
Lagi-lagi para panitia lelang terperangah mendengar hal ini dan bertanya “pak, khan sekarang era keterbukaan, apalagi lelang kita sudah secara elektronik dan dapat diikuti berbagai perusahaan… kami tidak bisa mengatur lelang ini.”
“Kamu masih mau jadi pegawai negeri antah berantah? Kamu mau dimutasi ke gurun terpencil? Namanya pegawai, lakukan saja, nanti gampang saya yang tanggung jawab…” jawab Kepala Dinas daerah kadal.
Di tengah kebingungan dengan instruksi itu, panitia lelang segera bertanya kepada utusan Beruang, “dokumen apa yang kamu miliki tapi perusahaan lain tidak punya?”
“Gampang, kami punya akta nikah 5 kali” jawab utusan Beruang yang kebetulan perusahaannya dijagokan menjadi pemenang.
Maka dilaksanakanlah pelelangan umum secara terbuka di daerah tersebut menggunakan Layanan Pengadaan Secara Komputerisasi (LPSK). Tapi dalam pengumuman lelang jelas tercantum bahwa salah satu pernyaratan pelelangan adalah “Harus memiliki akta nikah 5 kali.”
Perusahaan yang dijagokan tentu tidak sendiri, mereka memasukkan 5 perusahaan sebagai pendamping lelang dengan pengaturan harga penawaran. Dari HPS 100 keping emas, maka penawaran diatur 99, 98, 97, 95, dan 94 keping emas. Tentu saja yang dijagokan sebagai pemenang diatur harganya menjadi 94 keping.
Singkat cerita, proyek tersebut akhirnya selesai dikerjakan. Karena mark-up harga yang gila-gilaan, dan perhitungan pengembalian modal dari Beruang yang sangat ketat, perusahaan pemenang melakukan pekerjaan secara asal-asalan. Campuran semen dan pasir diatur 1:1 (satu banding satu), yaitu 1 zak semen dicampur dengan 1 truk pasir. Akhirnya, hasil pekerjaan yang diprediksi tahan 10 tahun hanya bertahan 1 bulan saja kemudian rusak dimana-mana.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor menemukan indikasi mark-up dan selanjutnya diproses oleh Harimau sebagai penegak hukum negara antah berantah.
Harimau kemudian mulai mencari informasi dan bertanya mengenai proyek ini kepada beberapa pihak.
Yang pertama ditanya adalah sang Kadal sebagai pucuk pimpinan daerah.
“Sebagai Kadal, saya sudah melimpahkan kewenangan untuk proyek kepada kepala dinas daerah kadal. Saya hanya berkonsentrasi terhadap jalannya pemerintahan daerah kadal. Saya tidak tahu apa-apa…” jawab Kadal sambil mengedip-ngedipkan matanya
“Sebagai kepala dinas, teknis pelaksanaan pelelangan dilakukan oleh PPK dan Panitia Lelang, saya tidak bertanggung jawab terhadap itu,” jawab Kepala dinas daerah kadal sambil menghitung koin bagiannya yang diberikan oleh utusan Beruang.
“Sebagai PPK, pelaksaaan pemilihan dilakukan oleh Panitia Lelang, saya sudah menyerahkan hasilnya kepada mereka,” jawab PPK sambil memikirkan jenis berlian lain untuk sekretarisnya.
“Kami hanya menjalankan perintah Kepala Dinas Daerah Kadal dan Kepala Daerah Kadal pak,” jawab Panitia Lelang sambil menunduk ketakutan.
“Apakah saudara punya bukti terhadap pernyataan itu, atau hanya sekedar fitnah,” aum Harimau sambil mengasah kuku-kukunya.
“Tidak ada pak…” jawab Panitia lelang sambil meringkuk ketakutan…
“Kalau tidak ada, sebagai Panitia Lelang kamu harus bertanggung jawab untuk semua ini, AYO MASUK DALAM PENJARA.”
…kemudian Harimau-pun menerkam…