Penyerapan Anggaran, PBJ dan Pertumbuhan Ekonomi
Oleh: Husin Ansari, SE, ME
Akhir-akhir ini media masa memberitakan bahwa penyerapan anggaran Pemerintah sangat rendah. Menurut Kementerian Dalam Negeri sampai dengan pertengahan tahun 2015 ada lima provinsi yang penyerapannya dibawah 30 persen, yaitu Kalimantan Utara sebesar 18,6 %, DKI Jakarta 19,2 %, Papua 21,7 %, Jawa Barat 25,5 %, dan Riau 25,5 %.
Jika ditelisik lebih jauh setidaknya ada tiga alasan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan anggaran, yakni:
- Ketakutan Pelaku Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ) Pemerintah
Beberapa Pelaku Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah seperti Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) ditetapkan sebagai tersangka.
Dahlan Iskan misalnya, ketika menjabat sebagai Direktur PT. PLN, selaku Kuasa Pengguna Anggaran ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembangunan 21 Gardu Induk di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Dahlan ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa.
Inovasi yang dilakukan Dahlan Iskan mestinya kita apresiasi, pemikiran out of the box dan berani menerobos aturan yang selama ini sangat kaku, demi mencapai Value for money (VFM). Tiga elemen utama VFM adalah ekonomi, efisien dan efektifitas.
Ketakutan lainnya dialami Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mengemban tugas sangat berat, menetapkan rencana pelaksanaan pekerjaan (spesifikasi teknis, HPS dan Rancangan Kontrak), menandatangani kontrak dan pengendalian Kontrak, bukanlah pekerjaan mudah. Kasus PPK Kota Padang terkait kasus korupsi pengadaan buku pengayaan referensi dan buku panduan pendidikan untuk Sekolah Dasar (SD) misalnya, sempat di bawa ke meja hijau, meski kemudian divonis bebas oleh Hakim tindak pidana korupsi. Majelis hakim menyatakan PPK tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider. Kejadian seperti ini diharapkan jangan sampai terulang kembali, karena akan menimbulkan trauma bagi para pengambil keputusan pengadaan barang/jasa.
Contoh lain, sejumlah Pokja ULP di beberapa daerah mengundurkan diri dikarenakan tindakan semena-mena aparat penegak hukum. Hanya karena kesalahan administrasi, beberapa anggota Pokja ULP sudah ditetapkan sebagai tersangka bahkan harus menghirup pengapnya lembaga pemasyarakatan. Melihat kasus ini, Penegak Hukum sepatutnya terlebih dahulu melakukan penelaahan kasus apakah ada unsur kesengajaan dan niat jahat yang dilakukan Pokja ULP dalam proses PBJ. Kalau hanya kelalaian administratif sebaiknya bisa diselesaikan dengan hukum administrasi.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya menyatakan bahwa Tugas Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) adalah memeriksa hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak, menerima hasil pengadaan barang/jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian dan menandatangani hasil serah terima pekerjaan.
Selama ini banyak PPHP yang ditunjuk oleh PA, tidak menguasai perihal barang/pekerjaan yang diperiksa. Sebagian hanya menandatangani tanpa melihat kontrak dan mereka dilibatkan di akhir pekerjaan. Padahal PPHP seharusnya ditunjuk berdasarkan keahlian teknis pekerjaan dan dilibatkan dari awal sehingga lebih mengetahui pekerjaan yang dilaksanakan. Apabila anggota PPHP kurang mengerti terhadap barang/pekerjaan yang akan diperiksa maka dapat menunjuk Tenaga Teknis yang lebih menguasai sebagai pihak yang memberikan masukan dan saran kepada anggota PPHP.
Contoh-contoh kasus di atas menekankan bahwa ketika banyak pelaku PBJ yang dikriminalisasi maka ketakutan muncul. Bahkan banyak pegawai yang enggan ditunjuk sebagai PPK, Pokja ULP dan PPHP. Apabila ini terjadi maka pengadaan , penyerapan anggaran rendah yang pada akhirnya akan berdampak pada tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi pemerintah.
- Terlambatnya Penganggaran dan proses PBJ
Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran adalah terlambatnya penganggaran dan proses PBJ. Sebelum proses Pengadaan Barang/Jasa tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu adalah penyusunan anggaran. Kalau merujuk pada pasal 312 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.
Apabila Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, maka Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.
Salah satu contoh masalah dalam poin ini adalah apa yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta, karena alotnya pembahasan APBD Tahun 2015 dengan legislatif, persetujuan bersama tidak tercapai sehingga Perda APBD melewati tahun anggaran. Selanjutnya Kepala Daerah menerbitkan Peraturan Gubernur tentang APBD. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya pelayanan publik, proyek infrastrukturpun menjadi terlambat dan penyerapan anggaran pemerintah rendah.
Idealnya jika APBD telah disetujui bersama pada bulan November maka proses lelang bisa dilaksanakan terlebih dahulu, mendahului tahun anggaran, dan penandatanganan kontrak bisa dilakukan setelah Perda APBD terbit. Sehingga pada bulan Januari pekerjaan proyek-proyek khususnya infrastruktur yang memakan waktu pelaksanaan lebih panjang dapat dimulai.
Pada dasarnya, yang sering memperlambat proyek infrastruktur di daerah adalah proses perencanaan dan pelaksanaan fisik dilakukan pada tahun yang sama. Sebagaimana diketahui, proses lelang perencanaan konstruksi jika dengan metode prakualifikasi bisa mencapai lebih dari 40 hari kerja sedangkan dengan metode pasca kualifikasi sekitar 20 hari kerja. Waktu pelaksanaan konsultan perencanaan sekitar 3 bulan. Jika ini dilakukan, maka lelang pekerjaan konstruksi bisa dilaksanakan sekitar bulan Mei. Artinya Proyek akan mulai sekitar bulan juni, waktu pelaksanaan pekerjaan 6 bulan maka diperkirakan pekerjaan fisiknya selesai bulan November. Hal ini mengakibatkan lambatnya penyerapan anggaran.
- Penyedia tidak mengambil uang muka
Beberapa kasus kita temui rendahnya penyerapan anggaran pada semester pertama diakibatkan penyedia yang memiliki modal cukup, enggan mengajukan uang muka. Hal ini disebabkan karena dalam pengajuan uang muka diperlukan jaminan uang muka yang dikeluarkan oleh Bank atau lembaga penjamin. Besaran jaminan uang muka sebesar yang diajukan. Untuk paket usaha kecil sebesar 30 % dan paket usaha non Kecil sebesar 20 % dari nilai kontrak. Penyedia menghitung biaya yang dikeluarkan untuk jaminan uang muka relatif besar sehingga memilih untuk tidak meminta uang muka.
Pembangunan secara bertahap dan terarah menjadi salah satu kunci penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah. Pada tahap awal pembangunan investasi harus dilakukan di sektor-sektor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Meliputi pembangunan over head ekonomi dan sosial seperti pembangkit tenaga listrik, jalan, jembatan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Peran pemerintah dibutuhkan untuk menyediakan fasilitas-fasilitas tersebut sebagai sektor dasar bagi pertumbuhan pembangunan. Jika penyerapan anggaran pemerintah rendah maka akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, terlebih dalam kondisi ekonomi yang sedang lesu seperti sekarang ini.
Agar pelaksanaan pembangunan berjalan lancar maka sangat diperlukan kepastian hukum baik bagi pelaku usaha maupun aparat pemerintah. Terbitnya UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan terobosan baru karena diatur pengambil kebijakan tidak bisa dipidana. Upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum diharapkan tidak membuat pejabat pemerintah takut berinovasi bagi pembangunan.
*) salah satu pendiri Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I), Kabid Pengelolaan Kekayaan Daerah BPKKD Kabupaten Tabalong, Prov Kalsel.